HPI adalah organisasi profesi non politik dan mandiri yang merupakan wadah pribadi-pribadi yang berprofesi sebagai pramuwisata. Himpunan Pramuwisata Indonesia adalah organisasi tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. HPI didirikan berdasarkan hasil Temuwicara Nasional Pramuwisata di Pandaan, Jawa Timur tanggal 29 - 30 Maret 1988, sebagai kelanjutan dari Himpunan Duta Wisata Indonesia (HDWI) yang lahir di Kuta, Bali tanggal 27 Maret 1983. Organisasi HPI disahkan namanya pada tanggal 5 Oktober 1988 di Palembang, Sumatera Selatan dalam Musyawarah Nasional I (MUNAS) yang dihadiri oleh perwakilan pramuwisata seluruh Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.82/PW.102/MPPT-88 tanggal 17 September 1988.
Himpunan Pramuwisata Indonesia diakui sah berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan HPI Nomor 1585 tanggal 22 September 2016 (Yang diperbaharui dihadapan Notaris Nonih Kurniasih, S.H., yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0074700.AH.01.07.Tahun 2016).
Tugas dan tanggung jawab:
-
DPD HPI Papua sebagai ujung tombak pariwisata di lapangan yang menyampaikan semua hal tentang alam, budaya, masyarakat dan pemerintah kepada para wisatawan. DPD HPI Papua dalam melakukan tugas pemanduan wisata di lapangan selalu mengedukasi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam serta budaya mereka karena itu adalah asset penting dalam pariwisata.
-
DPD HPI Papua bekerja di lapangan diawasi oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Polisi khusus pariwisata dan juga dalam organisasi DPD HPI Papua ada Dewan Kode Etik yang menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
HPI adalah organisasi profesi non politik dan mandiri yang merupakan wadah pribadi-pribadi yang berprofesi sebagai pramuwisata. Himpunan Pramuwisata Indonesia adalah organisasi tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. HPI didirikan berdasarkan hasil Temuwicara Nasional Pramuwisata di Pandaan, Jawa Timur tanggal 29 - 30 Maret 1988, sebagai kelanjutan dari Himpunan Duta Wisata Indonesia (HDWI) yang lahir di Kuta, Bali tanggal 27 Maret 1983. Organisasi HPI disahkan namanya pada tanggal 5 Oktober 1988 di Palembang, Sumatera Selatan dalam Musyawarah Nasional I (MUNAS) yang dihadiri oleh perwakilan pramuwisata seluruh Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.82/PW.102/MPPT-88 tanggal 17 September 1988.
Himpunan Pramuwisata Indonesia diakui sah berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan HPI Nomor 1585 tanggal 22 September 2016 (Yang diperbaharui dihadapan Notaris Nonih Kurniasih, S.H., yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0074700.AH.01.07.Tahun 2016).
Tugas dan tanggung jawab:
-
DPD HPI Papua sebagai ujung tombak pariwisata di lapangan yang menyampaikan semua hal tentang alam, budaya, masyarakat dan pemerintah kepada para wisatawan. DPD HPI Papua dalam melakukan tugas pemanduan wisata di lapangan selalu mengedukasi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam serta budaya mereka karena itu adalah asset penting dalam pariwisata.
-
DPD HPI Papua bekerja di lapangan diawasi oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Polisi khusus pariwisata dan juga dalam organisasi DPD HPI Papua ada Dewan Kode Etik yang menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
HPI adalah organisasi profesi non politik dan mandiri yang merupakan wadah pribadi-pribadi yang berprofesi sebagai pramuwisata. Himpunan Pramuwisata Indonesia adalah organisasi tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. HPI didirikan berdasarkan hasil Temuwicara Nasional Pramuwisata di Pandaan, Jawa Timur tanggal 29 - 30 Maret 1988, sebagai kelanjutan dari Himpunan Duta Wisata Indonesia (HDWI) yang lahir di Kuta, Bali tanggal 27 Maret 1983. Organisasi HPI disahkan namanya pada tanggal 5 Oktober 1988 di Palembang, Sumatera Selatan dalam Musyawarah Nasional I (MUNAS) yang dihadiri oleh perwakilan pramuwisata seluruh Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.82/PW.102/MPPT-88 tanggal 17 September 1988.
Himpunan Pramuwisata Indonesia diakui sah berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan HPI Nomor 1585 tanggal 22 September 2016 (Yang diperbaharui dihadapan Notaris Nonih Kurniasih, S.H., yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0074700.AH.01.07.Tahun 2016).
Tugas dan tanggung jawab:
-
DPD HPI Papua sebagai ujung tombak pariwisata di lapangan yang menyampaikan semua hal tentang alam, budaya, masyarakat dan pemerintah kepada para wisatawan. DPD HPI Papua dalam melakukan tugas pemanduan wisata di lapangan selalu mengedukasi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam serta budaya mereka karena itu adalah asset penting dalam pariwisata.
-
DPD HPI Papua bekerja di lapangan diawasi oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Polisi khusus pariwisata dan juga dalam organisasi DPD HPI Papua ada Dewan Kode Etik yang menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
HPI adalah organisasi profesi non politik dan mandiri yang merupakan wadah pribadi-pribadi yang berprofesi sebagai pramuwisata. Himpunan Pramuwisata Indonesia adalah organisasi tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. HPI didirikan berdasarkan hasil Temuwicara Nasional Pramuwisata di Pandaan, Jawa Timur tanggal 29 - 30 Maret 1988, sebagai kelanjutan dari Himpunan Duta Wisata Indonesia (HDWI) yang lahir di Kuta, Bali tanggal 27 Maret 1983. Organisasi HPI disahkan namanya pada tanggal 5 Oktober 1988 di Palembang, Sumatera Selatan dalam Musyawarah Nasional I (MUNAS) yang dihadiri oleh perwakilan pramuwisata seluruh Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.82/PW.102/MPPT-88 tanggal 17 September 1988.
Himpunan Pramuwisata Indonesia diakui sah berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan HPI Nomor 1585 tanggal 22 September 2016 (Yang diperbaharui dihadapan Notaris Nonih Kurniasih, S.H., yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0074700.AH.01.07.Tahun 2016).
Tugas dan tanggung jawab:
-
DPD HPI Papua sebagai ujung tombak pariwisata di lapangan yang menyampaikan semua hal tentang alam, budaya, masyarakat dan pemerintah kepada para wisatawan. DPD HPI Papua dalam melakukan tugas pemanduan wisata di lapangan selalu mengedukasi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam serta budaya mereka karena itu adalah asset penting dalam pariwisata.
-
DPD HPI Papua bekerja di lapangan diawasi oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Polisi khusus pariwisata dan juga dalam organisasi DPD HPI Papua ada Dewan Kode Etik yang menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
HPI adalah organisasi profesi non politik dan mandiri yang merupakan wadah pribadi-pribadi yang berprofesi sebagai pramuwisata. Himpunan Pramuwisata Indonesia adalah organisasi tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. HPI didirikan berdasarkan hasil Temuwicara Nasional Pramuwisata di Pandaan, Jawa Timur tanggal 29 - 30 Maret 1988, sebagai kelanjutan dari Himpunan Duta Wisata Indonesia (HDWI) yang lahir di Kuta, Bali tanggal 27 Maret 1983. Organisasi HPI disahkan namanya pada tanggal 5 Oktober 1988 di Palembang, Sumatera Selatan dalam Musyawarah Nasional I (MUNAS) yang dihadiri oleh perwakilan pramuwisata seluruh Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.82/PW.102/MPPT-88 tanggal 17 September 1988.
Himpunan Pramuwisata Indonesia diakui sah berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan HPI Nomor 1585 tanggal 22 September 2016 (Yang diperbaharui dihadapan Notaris Nonih Kurniasih, S.H., yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0074700.AH.01.07.Tahun 2016).
Tugas dan tanggung jawab:
-
DPD HPI Papua sebagai ujung tombak pariwisata di lapangan yang menyampaikan semua hal tentang alam, budaya, masyarakat dan pemerintah kepada para wisatawan. DPD HPI Papua dalam melakukan tugas pemanduan wisata di lapangan selalu mengedukasi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam serta budaya mereka karena itu adalah asset penting dalam pariwisata.
-
DPD HPI Papua bekerja di lapangan diawasi oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Polisi khusus pariwisata dan juga dalam organisasi DPD HPI Papua ada Dewan Kode Etik yang menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
HPI adalah organisasi profesi non politik dan mandiri yang merupakan wadah pribadi-pribadi yang berprofesi sebagai pramuwisata. Himpunan Pramuwisata Indonesia adalah organisasi tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. HPI didirikan berdasarkan hasil Temuwicara Nasional Pramuwisata di Pandaan, Jawa Timur tanggal 29 - 30 Maret 1988, sebagai kelanjutan dari Himpunan Duta Wisata Indonesia (HDWI) yang lahir di Kuta, Bali tanggal 27 Maret 1983. Organisasi HPI disahkan namanya pada tanggal 5 Oktober 1988 di Palembang, Sumatera Selatan dalam Musyawarah Nasional I (MUNAS) yang dihadiri oleh perwakilan pramuwisata seluruh Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.82/PW.102/MPPT-88 tanggal 17 September 1988.
Himpunan Pramuwisata Indonesia diakui sah berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan HPI Nomor 1585 tanggal 22 September 2016 (Yang diperbaharui dihadapan Notaris Nonih Kurniasih, S.H., yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0074700.AH.01.07.Tahun 2016).
Tugas dan tanggung jawab:
-
DPD HPI Papua sebagai ujung tombak pariwisata di lapangan yang menyampaikan semua hal tentang alam, budaya, masyarakat dan pemerintah kepada para wisatawan. DPD HPI Papua dalam melakukan tugas pemanduan wisata di lapangan selalu mengedukasi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam serta budaya mereka karena itu adalah asset penting dalam pariwisata.
-
DPD HPI Papua bekerja di lapangan diawasi oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Polisi khusus pariwisata dan juga dalam organisasi DPD HPI Papua ada Dewan Kode Etik yang menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
HPI adalah organisasi profesi non politik dan mandiri yang merupakan wadah pribadi-pribadi yang berprofesi sebagai pramuwisata. Himpunan Pramuwisata Indonesia adalah organisasi tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. HPI didirikan berdasarkan hasil Temuwicara Nasional Pramuwisata di Pandaan, Jawa Timur tanggal 29 - 30 Maret 1988, sebagai kelanjutan dari Himpunan Duta Wisata Indonesia (HDWI) yang lahir di Kuta, Bali tanggal 27 Maret 1983. Organisasi HPI disahkan namanya pada tanggal 5 Oktober 1988 di Palembang, Sumatera Selatan dalam Musyawarah Nasional I (MUNAS) yang dihadiri oleh perwakilan pramuwisata seluruh Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.82/PW.102/MPPT-88 tanggal 17 September 1988.
Himpunan Pramuwisata Indonesia diakui sah berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan HPI Nomor 1585 tanggal 22 September 2016 (Yang diperbaharui dihadapan Notaris Nonih Kurniasih, S.H., yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0074700.AH.01.07.Tahun 2016).
Tugas dan tanggung jawab:
-
DPC HPI Kabupaten Jayapura sebagai ujung tombak pariwisata di lapangan yang menyampaikan semua hal tentang alam, budaya, masyarakat dan pemerintah kepada para wisatawan. Dalam melakukan tugas pemanduan wisata di lapangan, selalu mengedukasi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam serta budaya mereka karena itu adalah asset penting dalam pariwisata.
-
DPC HPI Kabupaten Jayapura bekerja di lapangan diawasi oleh pemerintah, dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Jayapura, Polisi khusus pariwisata dan juga Dewan Kode Etik yang menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.
HPI adalah organisasi profesi non politik dan mandiri yang merupakan wadah pribadi-pribadi yang berprofesi sebagai pramuwisata. Himpunan Pramuwisata Indonesia adalah organisasi tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. HPI didirikan berdasarkan hasil Temuwicara Nasional Pramuwisata di Pandaan, Jawa Timur tanggal 29 - 30 Maret 1988, sebagai kelanjutan dari Himpunan Duta Wisata Indonesia (HDWI) yang lahir di Kuta, Bali tanggal 27 Maret 1983. Organisasi HPI disahkan namanya pada tanggal 5 Oktober 1988 di Palembang, Sumatera Selatan dalam Musyawarah Nasional I (MUNAS) yang dihadiri oleh perwakilan pramuwisata seluruh Indonesia, berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.82/PW.102/MPPT-88 tanggal 17 September 1988.
Himpunan Pramuwisata Indonesia diakui sah berdasarkan Akta Pendirian Perkumpulan HPI Nomor 1585 tanggal 22 September 2016 (Yang diperbaharui dihadapan Notaris Nonih Kurniasih, S.H., yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0074700.AH.01.07.Tahun 2016).
Tugas dan tanggung jawab:
-
DPC HPI Kabupaten Jayapura sebagai ujung tombak pariwisata di lapangan yang menyampaikan semua hal tentang alam, budaya, masyarakat dan pemerintah kepada para wisatawan. Dalam melakukan tugas pemanduan wisata di lapangan, selalu mengedukasi masyarakat untuk menjaga dan melestarikan alam serta budaya mereka karena itu adalah asset penting dalam pariwisata.
-
DPC HPI Kabupaten Jayapura bekerja di lapangan diawasi oleh pemerintah, dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Jayapura, Polisi khusus pariwisata dan juga Dewan Kode Etik yang menangani permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan.

​
DEWAN PIMPINAN CABANG
​
HIMPUNAN PRAMUWISATA INDONESIA
​
KABUPATEN JAYAPURA

Undang-Undang Republik Indonesia
NOMOR 10 TAHUN 2009
TENTANG KEPARIWISATAAN
​
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
​
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
​
Menimbang :
-
Bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
-
Bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia;
-
Bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta kepentingan nasional;
-
Bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global;
-
Bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan kepariwisataan sehingga perlu diganti;
-
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepariwisataan;
​
Mengingat :
Pasal 20 dan Pasal 21
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
​
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
​
MEMUTUSKAN :
​
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KEPARIWISATAAN
​
BAB I
KETENTUAN UMUM
​
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
-
Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
-
Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
-
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
-
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah dan pengusaha.
-
Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
-
Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
-
Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
-
Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
-
Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
-
Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
-
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas kerja.
-
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan dan pengelolaan kepariwisataan.
-
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
-
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
-
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kepariwisataan.
​
BAB II
ASAS, FUNGSI DAN TUJUAN
​
Pasal 2
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas :
Manfaat;
Kekeluargaan;
Adil dan merata;
Keseimbangan;
Kemandirian;
Kelestarian;
Partisipatif;
Berkelanjutan;
Demokratis;
Kesetaraan;
Kesatuan.
​
Pasal 3
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
​
Pasal 4
Kepariwisataan bertujuan untuk :
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
Menghapus kemiskinan;
Mengatasi pengangguran;
Melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya;
Memajukan kebudayaan;
Mengangkat citra bangsa;
Memupuk rasa cinta tanah air;
Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa;
Mempererat persahabatan antarbangsa.
​
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN
​
Pasal 5
Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip :
-
Menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
-
Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya dan kearifan lokal;
-
Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan dan proporsionalitas;
-
Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
-
Memberdayakan masyarakat setempat;
-
Menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;
-
Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata;
-
Memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
​
BAB IV
PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
​
Pasal 6
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata.
​
Pasal 7
Pembangunan kepariwisataan meliputi :
Industri pariwisata;
Destinasi pariwisata;
Pemasaran;
Kelembagaan kepariwisataan.
​
Pasal 8
-
Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
-
Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional.
​
Pasal 9
-
Rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
-
Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.
-
Rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.
-
Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan.
-
Rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi perencanaan pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran dan kelembagaan kepariwisataan.
​
Pasal 10
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
​
Pasal 11
Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.
​
BAB V
KAWASAN STRATEGIS
​
Pasal 12
-
Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek :
-
Sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata;
-
Potensi pasar;
-
Lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah;
-
Perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;
-
Lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya;
-
Kesiapan dan dukungan masyarakat;
-
Kekhususan dari wilayah.
-
-
Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk berpartisipasi dalam terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.
-
Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial dan agama masyarakat setempat.
​
Pasal 13
-
Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas kawasan strategis pariwisata nasional, kawasan strategis pariwisata provinsi dan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota.
-
Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
-
Kawasan strategis pariwisata nasional ditetapkan oleh Pemerintah, kawasan strategis pariwisata provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi dan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota ditetapkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
-
Kawasan pariwisata khusus ditetapkan dengan undang-undang.
​
BAB VI
USAHA PARIWISATA
​
Pasal 14
-
Usaha pariwisata meliputi, antara lain :
-
Daya tarik wisata;
-
Kawasan pariwisata;
-
Jasa transportasi wisata;
-
Jasa perjalanan wisata;
-
Jasa makanan dan minuman;
-
Penyediaan akomodasi;
-
Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
-
Penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran;
-
Jasa informasi pariwisata;
-
Jasa konsultan pariwisata;
-
Jasa pramuwisata;
-
Wisata tirta;
-
Spa.
-
-
Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
​
Pasal 15
-
Untuk dapat menyelenggarakan usaha pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, pengusaha pariwisata wajib mendaftarkan usahanya terlebih dahulu kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
​
Pasal 16
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menunda atau meninjau kembali pendaftaran usaha pariwisata apabila tidak sesuai dengan ketentuan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
​
Pasal 17
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dalam bidang usaha pariwisata dengan cara :
-
Membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi;
-
Memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan usaha skala besar.
​
BAB VII
HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
​
Pasal 18
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
​
Pasal 19
-
Setiap orang berhak :
-
Memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata;
-
Melakukan usaha pariwisata;
-
Menjadi pekerja/buruh pariwisata;
-
Berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.
-
-
Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas:
-
Menjadi pekerja/buruh;
-
Konsinyasi;
-
Pengelolaan.
-
​
Pasal 20
Setiap wisatawan berhak memperoleh :
Informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;
Pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;
Perlindungan hukum dan keamanan;
Pelayanan kesehatan;
Perlindungan hak pribadi;
Perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi.
​
Pasal 21
Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya.
​
Pasal 22
Setiap pengusaha pariwisata berhak :
Mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan;
Membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan;
Mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha;
Mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
​
Bagian Kedua
Kewajiban
​
Pasal 23
-
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban :
-
Menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum serta keamanan dan keselamatan kepada wisatawan;
-
Menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi, dan memberikan kepastian hukum;
-
Memelihara, mengembangkan dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali;
-
Mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas.
-
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Presiden.
​
Pasal 24
Setiap orang berkewajiban :
-
Menjaga dan melestarikan daya tarik wisata;
-
Membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
​
Pasal 25
Setiap wisatawan berkewajiban :
-
Menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
-
Memelihara dan melestarikan lingkungan;
-
Turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan;
-
Turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum.
​
Pasal 26
Setiap pengusaha pariwisata berkewajiban :
-
Menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
-
Memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab;
-
Memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
-
Memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan dan keselamatan wisatawan;
-
Memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi;
-
Mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan;
-
Mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal;
-
Meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan;
-
Berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat;
-
Turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya;
-
Memelihara lingkungan yang sehat, bersih dan asri;
-
Memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya;
-
Menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab;
-
Menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
​
Bagian Ketiga
Larangan
​
Pasal 27
-
Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata.
-
Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
​
BAB VIII
KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
​
Pasal 28
Pemerintah berwenang :
-
Menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional;
-
Mengoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas sektor dan lintas provinsi;
-
Menyelenggarakan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
-
Menetapkan daya tarik wisata nasional;
-
Menetapkan destinasi pariwisata nasional;
-
Menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria dan sistem pengawasan dalam penyelenggaraan kepariwisataan;
-
Mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang kepariwisataan;
-
Memelihara, mengembangkan dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali;
-
Melakukan dan memfasilitasi promosi pariwisata nasional;
-
Memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan;
-
Memberikan informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan;
-
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat;
-
Mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kepariwisataan;
-
Mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
​
Pasal 29
Pemerintah provinsi berwenang :
-
Menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi;
-
Mengoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya;
-
Melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
-
Menetapkan destinasi pariwisata provinsi;
-
Menetapkan daya tarik wisata provinsi;
-
Memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
-
Memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi;
-
Mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
​
Pasal 30
Pemerintah kabupaten/kota berwenang :
-
Menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
-
Menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota;
-
Menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;
-
Melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
-
Mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya;
-
Memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
-
Memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru;
-
Menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup kabupaten/kota;
-
Memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada di wilayahnya;
-
Menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata;
-
Mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
​
Pasal 31
-
Setiap perseorangan, organisasi pariwisata, lembaga pemerintah serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam partisipasinya meningkatkan pembangunan, kepeloporan dan pengabdian di bidang kepariwisataan yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkret diberi penghargaan.
-
Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah atau lembaga lain yang tepercaya.
-
Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam, uang atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan, bentuk penghargaan dan pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
​
Pasal 32
-
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan.
-
Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi, Pemerintah mengembangkan sistem informasi kepariwisataan nasional.
-
Pemerintah Daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi kepariwisataan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.
​
BAB IX
KOORDINASI
​
Pasal 33
-
Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan kepariwisataan Pemerintah melakukan koordinasi strategis lintas sektor pada tataran kebijakan, program dan kegiatan kepariwisataan.
-
Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
-
Bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian dan karantina;
-
Bidang keamanan dan ketertiban;
-
Bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi dan kesehatan lingkungan;
-
Bidang transportasi darat, laut dan udara;
-
Bidang promosi pariwisata dan kerja sama luar negeri.
-
​
Pasal 34
Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dipimpin oleh Presiden atau Wakil Presiden.
​
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, mekanisme, dan hubungan koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur dengan Peraturan Presiden.
​
BAB X
BADAN PROMOSI PARIWISATA INDONESIA
​
​
Bagian Kesatu
Badan Promosi Pariwisata Indonesia
​
Pasal 36
-
Pemerintah memfasilitasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia yang berkedudukan di ibu kota negara.
-
Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
-
Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

